Omah Semar Homestay Yogyakarta

Jalan Kompol Bambang Suprapto ( Argolubang) No. 22, Baciro, Jogjakarta.

SELAT dan SALAD Wisata Kuliner Yogyakarta

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Daerah Istimewa Yogyakarta

Jogja merupakan salah satu kota Budaya di Indonesia

Seni Tari Yogyakarta

Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi.

Omah Semar Homestay Jogja

Rumah serasa milik sendiri dengan suasana aman, nyaman, dan menyejukkan

Selasa, 19 Februari 2013

Tentang Omah Semar

Welcome! Selamat Datang! Soegeng Rawuh!


Di Omah Semar Homestay, Jogja
Di Omah Semar Anda akan seperti berada di rumah sendiri.
Dengan desain rumah seperti impian Anda. Dengan suasana teduh,
hommy, nyaman, serta terletak di pusat kota Jogja yang dekat dengan
stasiun, bandara dan juga pusat belanja Malioboro.
Suasana interior yang private untuk seluruh keluarga dan juga kamar yang nyaman.
Tersedia sarana seperti TV saluran internasiaonal, hot spot, kamar mandi private,
taman untuk bersantai, dan juga dapur pribadi berserta koki khusus yang
siap membantu Anda untuk memasak menu sesuai keinginan Anda.
Kami juga menyiapkan kendaraan siap pakai dengan guide untuk keliling Jogja
serta penjemputan dari tempat kedatangan Anda seperti Bandara atau Stasiun, jika diperlukan.
Homestay Omah Semar dilengkapi pula dengan Cafe Selat & Salad. Resto Ala Jawa, dan Souvenir Gallery
yang menyediakan souvenir pilihan dan berkualitas yang unik dan khas.
Temukan suasana pribadi Anda di Omah Semar Homestay untuk kebahagiaan Anda sekeluarga.
Untuk reservasi hubungi :

Wini
0274-8360022
081904005828
wini.omahsemar@yahoo.co.id

Sego Pecel Jogja

Sego Pecel Jogja


Pecel, salah satu kuliner khas dari Jawa Tengah dan Jogja. Kumpulan sayur yang telah direbus, biasanya terdiri dari tauge, kangkung, bayam, kacang panjang dan lain-lain diguyur oleh bumbu pecel khas yang terbuat dari kacang. Hmmm yummmiiii....

Di Kota Jogja ada satu tempat legendaris yang menjual kuliner khas ini, berlokasi di sekitar kampus Universitas Gadjah Mada. Namanya: SGPC Bu Wiryo 1959, SGPC sendiri merupakan singkatan dari kata Sego Pecel (Nasi Pecel). Adonan Bumbu pecel yang pas menjadi andalan dari tempat makan yang satu ini, bumbu kacangnya memang menyajikan cita rasa manis dan pedas yang terpadu secara sempurna sehingga membuat candu buat banyak orang. Hampir tidak pernah perjalanan ke Jogja dilewati tanpa mampir ke tempat ini. Untuk menemaninya, kita bisa memilih berbagai gorengan, mulai dari tempe, tahu, kerupuk gendar, kerupuk aci, telor ceplok, bakwan dan lain sebagainya.

Selain sego pecel, SGPC Bu Wiryo ini juga menyediakan makanan utama lainnya yaitu Nasi Sop. Sop dengan bihun, wortel, kentang dan sayuran lainnya. Kita juga bisa memilih "topping" sop ini seperti bayam dan daging. Rempah-rempah asli memang membuat rasa masakan ini menjadi kaya, tidak seperti sop biasa!!!

Oh ya, harga makanan di sini benar-benar bersahabat dengan kantong. Tidak pasti harga per-itemnya berapa, tapi biasanya sekali makan dengan menu seporsi nasi pecel, 1 telur ceplok, 3 buah gorengan dan segelas teh manis hanya Rp13.000. Murah bukan???
"Melayani di UGM sejak 1959", demikian tagline yang tertulis di papan nama rumah makan ini. Ya, tempat makan ini memang menjadi salah satu tempat makan favorit para mahasiswa UGM karena terletak di kawasan kompleks UGM, tepat di pinggir selokan Mataram. Bahkan karena ketika bayar dituntut kejujuran si konsumen, kadang kala mahasiswa yang kantongnya pada kempes ini pada nyatut, alias Darmaji (dahar lima ngaku siji). Tapi Bu Wiryo tidak ambil pusing karena mengerti kondisi ekonomi mahasiswa-mahasiswa tersebut. Hal ini berbuah ketika mereka semua sudah jadi orang, dan kembali ke tempat Bu Wiryo ini untuk membayar hutangnya di masa lalu.

Mempertahankan nuansa 'ndesonya', masuk ke tempat makan ini kita disajikan dengan nuansa kampung dengan lantai, bangku dan meja 'jadul' diiringi musik hidup akustik yang banyak membawakan lagu-lagu tempo dulu. Makan disini benar-benar membawa kita di alam kesadaran bahwa: Iya, Jogja memang istimewa!!! (zet/banyu)

Kopi Jos Ala Jogja

Kalau kebetulan para kopiers jalan-jalan ke Jogjakarta, jangan lewatkan sensasi ngopi yang lain dari biasanya. Para kopiers sering menyebutnya “kopi joss” atau “kopi areng”. Hampir semua penikmat kopi di kota Jogja mengenal istilah tersebut, sebab tempatnya memang asyik. Berbagai kalangan dari seniman, pejabat, mahasiswa, hingga tukang becak punya hobi nongkrong di tempat itu. Saya sendiri beberapa kali menyempatkan diri menyeruput kopi joss setiap singgah ke Jogjakarta.

Warung kopi yang merakyat tersebut terletak di dekat Stasiun Tugu, agak ke timur dan persis di utara rel kereta. Kalau dari Tugu jogja, terus aja ke selatan. Menjelang rel ada gang kecil kanan jalan, ada beberapa warung lesehan yang dipenuhi orang, itulah warung kopi joss. Tempatnya sederhana tetapi bikin betah. Sesekali seniman jalanan jogja mengiringi seruputan kopi kita dengan lagu-lagunya yang khas.

Tempatnya tidaklah mewah, hanya beberapa gerobak angkringan, plus beberapa lembar kitar lusuh yang dijejer di trotoar. Tapi sekali kesana pasti ingin datang lagi. Kalau malam minggu, harap sabar kalau tidak kebagian tempat duduk atau tempat parkir. Sebab begitu malam tiba, ratusan orang segera memenuhi tempat itu. Praktis jalan sempit itu dipenuhi sepeda motor dan mobil yang diparkir berjejer.

Trade mark tempat itu adalah kopi areng atau kopi joss. Kopi hitam yang diberi areng panas membara, sehingga ketika dimasukkan berbunyi “joss”. Areng tersebut mengapung di permukaan gelas kopi ukuran besar. Aromanya kemudian menyatu dengan aroma kopi. Sebuah sensasi luar biasa yang tidak ada di Starbuck atau kedai-kedai kopi mewah lainnya.

Selain kopi joss, saya juga pernah mencoba susu areng dan teh areng. Tetapi tetap saja paling enak kopi areng. Untuk menemani sensai ngopi di tempat tersebut, seperti umumnya angkringan, di sana juga terdapat nasi kucing dan berbagai macam gorengan, juga sate jeroan ayam. Kita boleh berlama-lama di tempat tersebut, sambil ngobrol atau apa saja. Untuk tempat kencan juga boleh.

Tidak perlu takut sakit perut karena efek dari areng yang dijual dengan harga sekitar 2000 rupiah tersebut. Konon, minuman kopi areng sudah dikenal sejak jaman dahulu. Bahkan raja-raja juga menyukai kopi areng, yang katanya bisa menjadi antioksidan penyerap racun. Tidak percaya? Datang saja ke Jogja.***

Senin, 18 Februari 2013

Upacara Adat Istiadat Tunggul Wulung


Adat Istiadat

TRADISI MERTI DUSUN KI AGENG TUNGGUL WULUNG, SENDANGAGUNG, MINGGIR, SLEMAN (I)

Jumat Pon, 24 Juli 2009, masyarakat dari beberapa padukuhan di Kalurahan Sendang Agung, Kecamatan Minggir kembali menggelar tradisi leluhur dengan nama kegiatan Tradisi Merti Dusun Ki Ageng Tunggul Wulung. Tradisi merti dusun Ki Ageng Tunggul Wulung itu sendiri sesungguhnya merupakan tradisi yang telah sejak lama berlangsung di tempat ini. Hanya saja pada perkembangan berikutnya kegiatan atau tradisi ini kemudian juga dibina oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman.

Menurut Tumin Raharjo selaku Ketua Panitia Tradisi Merti Dusun Ki Ageng Tunggula Wulung, tokoh Ki Ageng Tunggul Wulung merupakan seorang panglima perang dari Majapahit yang mengembara sampai tempat ini. Pengembaraan ini dipicu oleh perang yang terjadi di Majapahit. Diduga Ki Ageng Tunggul Wulung adalah

satu keturunan Prabu Brawijaya V. Pelariannya akhirnya sampai di Dusun Dukuhan, Sendang Agung, Minggir. Di wilayah ini ia kemudian membuka dusun atau pemikiman bersama para pengikutnya. Diduga ia mula-mula sampai di Dusun Ndiro, Minggir, Sleman. Di tempat ini ia mendirikan semacam kerajaan kecil dan membangun sebuah sendang yang dinamakan Sendang Beji.

Masuknya Ki Ageng Tunggul Wulung di wilayah ini mengakibatkan wilayah ini menjadi lebih aman dan tenteram. Hal ini membuat orang lain ikut tertarik untuk tinggal di tempat ini. Semua itu terjadi karena peran Ki Ageng Tunggul Wulung yang dapat memberikan pengayoman kepada warga lain yang bermukim di tempat itu (masyarakat) serta mampu pula memberikan kemakmuran.

Pada suatu ketika Ki Ageng Tunggul Wulung bertapa atau bersemadi di pinggir Sungai Progo di Dusun Dukuhan. Setelah beberapa saat bertapa, Ki Ageng Tunggul Wulung pun moksa. Untuk memperingati akan keberadaan dan perannya di tengah masyarakat, maka di tempat bekas ia bertapa dan moksa itu kemudian didirikan sebuah nisan. Nisan ini lebih difungsikan sebagai tetenger atau monumen dan bukan menjadi

tanda bagi makam atau kuburannya. Nisan ini sekarang telah diberi cungkup berbentuk rumah tembok dengan ukuran sekitar 8 m x 6 m. Di depan cungkup tersebut juga dibangun pendapa sebagai salah satu tempat persembahan dan perebutan hasil bumi (ubarampe) sesajen kirab Upacara Tradisi Merti Dusun Ki Ageng Tunggul Wulung.

Rangkaian Upacara Merti Dusun Ki Ageng Tunggul Wulung kali dimulai sejak tanggal 23 Juli 2009. Pada tanggal tersebut dilakukan pengambilan air dari Sendang Beji di Ndiro, Sendangmulyo, Minggir. Air ini dibawa ke tempat (salah satu pusat) upacara merti dusun, yakni di cungkup petilasan Ki Ageng Tunggul Wulung. Di tempat ini air sendang disemayamkan. Malam harinya kemudian diadakan tahlilan (bagi pemeluk

agama Islam) dan upacara misa (bagi pemeluk agama Nasrani). Inti dari acara tersebut adalah memohon kepada Tuhan agar acara dapat berlangsung dengan lancar tanpa hambatan apa pun. Selain itu mereka juga memohon agar Tuhan selalu melindungi mereka serta mengampuni segala dosa mereka beserta para leluhur yang telah meninggal dunia, utamanya pada Ki Ageng Tunggul Wulung dan kerabatnya.

bersambung

tim tembi: sartono, suwandi, agus kamsek, budi, awang, fx purwanto

Upacara Labuhan Pantai


Bagi masyarakat Yogyakarta, Gunung Merapi bukanlah sekedar gunung tetapi  keberadaannya merupakan simbol sakral dan mistis kota ini dan bagi kehidupan masyarakatnya. Gunung Merapi tidak bisa lepas dari filosofi Kota Yogyakarta dengan karaton sebagai pancernya. Kota Yogyakarta terbelah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Laut Kidul, Parangkusumo, Panggung Krapyak, Karaton, Tugu Pal Putih, dan Gunung Merapi. Hal ini merupakan pembagian dari aspek Jagat Alit dan Jagat Ageng sehingga keberadaan Gunung Merapi tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakatnya.

Meskipun Gunung Merapi menyimpan bahaya yang dasyat dan sewaktu-waktu dapat mengancam kehidupan di sekitarnya namun sebagai bagian dari keseimbangan alam, Gunung Merapi juga memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat di sekitarnya dan hal inilah yang sulit untuk dipisahkan. Keberadaan Gunung Merapi juga tidak terlepas dari keberadaan Islam Mataram di Jawa, khususnya hubungan antara 'penunggu' Merapi yaitu Kyai Sapu Jagad dengan lingkungan Keraton Yogyakarta. Menurut cerita, raja pertama Kesultanan Mataram Islam, Sutawijaya mengadakan perjanjian dengan Kyai Sapu Jagad. Perjanjian tersebut berisi tentang kesediaan Sutawijaya dan keturunannya bertanggung jawab memberi sesaji dan sebagai imbalannya rakyat Mataram akan dilindungi dari bencana. Penyerahan sesaji ini diwujudkan dalam bentuk Upacara Labuhan Merapi yang diselenggarakan setahun sekali tanggal 25 bulan Bakdamulud (Maulid Akhir).

Upacara Labuhan Merapi selalu digelar masyarakat setempat dan Kesultanan Yogyakarta secara turun temurun tanpa mengurangi muatan sakralnya. Labuhan ini hanya boleh dilaksanakan atas perintah raja sebagai kepala pemerintahan, kepala kerajaan dan pemangku adat. Upacara Labuan Merapi dipimpin oleh juru kunci yang ditunjuk Keraton Yogyakarta.

Labuhan berasal dari kata 'labuh' yang artinya persembahan. Upacara adat Keraton Yogyakarta ini merupakan perwujudan doa persembahan kepada Tuhan atas rahmat dan anugerah yang diberikan kepada karaton dan rakyatnya juga sebagai tanda penghormatan bagi leluhur yang menjaga Gunung Merapi. Upacara puncak labuhan diadakan di Gunung Merapi namun peyelenggaraan upacara adat ini juga biasanya diselenggarakan di tempat lain seperti di Pantai Parangkusumo, Gunung Lawu dan Kahyangan Dlepih.

Labuhan Merapi merupakan upacara adat yang disakralkan masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi. Kesakralan upacara ini terletak pada pranata keraton yang harus dilakukan secara khusus, khidmat dan tidak boleh dilakukan sembarang orang. Pranata keraton merupakan manifestasi budaya yang bermakna membuang, menjatuhkan atau menghanyutkan benda-benda yang telah ditetapkan keraton agar sultan dan rakyatnya mendapatkan keselamatan.

Bagi warga Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi, ketika upacara adat ini diselenggarakan, ribuan warga akan berbondong-bondong menapaki setiap prosesi. Mereka berjalan mengiringi para abdi keraton dengan membawa benda-benda labuhan untuk diserahkan kepada leluhur mereka, yaitu Kyai Sapu Jagad.

Dengan berpakaian khas Yogyakarta, juru kunci dan semua abdi dalem keraton menjalankan semua prosesi Upacara Adat Labuhan Merapi. Rangkaian upacara Labuhan Merapi dimulai dengan penerimaan uba rampe (perlengkapan) labuhan dari Kraton Ngayogyakarta di Pendopo Kecamatan Cangkringan. Berikutnya dilanjutkan prosesi serah terima uba rampe labuhan dari pihak kraton kepada juru kunci Merapi. Prosesi uba rampe labuhan terdiri atas sembilan macam sesaji, yaitu: sinjang kawung, sinjang kawung kemplang, desthar daramuluk, desthar udaraga, semekan gadung mlati, semekan gadung, seswangen, arta tindih, dan kampuh paleng. Kemudian uba rampe akan diarak menuju Gunung Merapi dan disemayamkan di rumah Juru Kunci Gunung Merapi.

Pada malam harinya bertempat di Mushola Pelemsari Huntara Plosokerep dilakukan kenduri wilujengan yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi oleh masyarakat Yogyakarta dan sekitar Gunung Merapi. Kemudian mereka berangkat menuju Masjid Kinahrejo dan ke lokasi bekas rumah almarhum Mbah Maridjan (Mantan Juru kunci Gunung Merapi) untuk melakukan malam renungan dan doa yang dipimpin juru kunci Gunung Merapi diikuti para abdi dalem kraton dan warga.

Berikutnya, rombongan akan kembali ke huntara Plosokerep, di sini rombongan dihibur kesenian uyon-uyon oleh paguyuban kesenian Desa Umbulharjo dan dilanjutkan pembacaan doa dan tahlil malam tirakatan yang dipimpin Juru Kunci Gunung Merapi dan para abdi dalem kraton. Prosesi Labuhan Merapi kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Alas Bedengan sebagai lokasi Labuhan Merapi yang didahului dengan napak tilas di bekas rumah Mbah Maridjan. Berikutnya menjelang akhir, di Alas Bedengan Rampe Labuhan dari Sri Sultan Hamengkubuwono X  dibacakan alunan doa dan prosesi ini menjadi acara puncak sekaligus penutup Upacara Labuhan Merapi. Setelah prosesi selesai, kemudian rampe labuhan tersebut diperebutkan oleh masyarakat. Mereka percaya bahwa dengan mendapatkan salah satu dari Rampe Labuhan Sri Sultan Hamengkubuwono X maka mereka akan mendapatkan tidak hanya berkat tetapi juga keselamatan dalam hidup.

Grebeg Maulud Jogja

Grebeg Maulud Jogja




Puncak Peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W dengan penyelenggarakan upacara Grebeg Maulud. Diadakan setiap 12 Maulud sdetelah kedua perangakt gamelan Kyai Nogowologo dan Kyai Gunturmadu dibawa masuk ke dalam Kraton yang dikenal dengan istilah Bedhol Songsong. Upacara dimulai pada pagi hari dengan parade kesatuan prajurit Kraton yang mengenakan pakaian kebesaran masing-masing. Puncak dari acara ini adalah iringan gunungan yang dibawa ke Masjid Agung> Setelah diadakan doa dan upacara persembahan kehadiran Tuhan Yang Maha Kuasa, gunungan dibagikan kepada masyarakat dengan jalan diperebutkan. Sesaji yang terdiri dari makanand an sayuran ini dianggap bisa memperkuat dan memiliki daya tuah bagi petani dan mereka yang menanamnya di lahan persawahan mereka. Selain itu juga diadakan labuhan dengan mempersembahkan pakaian wanita, alat-alat rias, sirih, bunga ke Laut Selatan sebagai bentuk permohonan untuk memperoleh kesejahteraan dan keselamatan. Berbagai pakaian bekas yang pernah dipakai Sri Sultan, potongan rambut, kuku, ditanam di dalam areal tanah sengker, suatu areal tanah yagn dianggap keramat di daerah Parangkusumo. Dua atau tiga hari sebelum Upacara Grebeg berlangsung,. Dilakukan upacara Tumnplak Wajik di halaman Kemandungan selatan ( Magangan) Kraton Jogjakarta. Arti upacara ini adalah menumpahkan wajik, sejenis makanan dari beras ketan sebagai bahan dasar untuk membuat gunungan. Upacara diiringai music lesung atau klothekan dan kentongan. UPACARA